Sebuah Usaha Mempersiapkan

Aku menuliskan ini untuk diriku sendiri. Sebab aku adalah perempuan yang kelak pasti akan menjadi seorang istri sekaligus ibu untuk anak-anakku. Ini sebuah self reminder untukku, sebab bagaimanapun juga aku harus mengingatnya agar kelak bisa menjadi istri yang taat dan menjadi madrasah terbaik untuk anak-anakku.

Mungkin sebagian orang berfikir, jika ini terlalu dini untuk seseorang yang baru menginjak usia 20 tahunan. Namun tidak untukku, sebab di saat usiaku memasuki angka 20an disitulah aku mulai merasa resah memikirkan masa depan. Bayangan perihal masa depan, sering kali ku pertanyakan pada diriku sendiri. Terlebih tentang siapa yang kan membersamaiku nanti, dan bagaimana aku di masa depan? Padahal, tak seharusnya aku meragukan masa depan. Sebab Allah sebaik-baik penulis skenario terbaik untuk hamba-Nya. Terlebih ketika aku meragukan dengan siapa kelak aku akan bersama, bukankah Allah sendiri yang menjamin bahwa

“perempuan-perempuan yang baik untuk lelaki yang baik, sedangkan perempuan-perempuan keji untuk laki-laki yang keji. Begitupun sebaliknya (Q.S. An-Nur: 26).”

Disitu jelas tersirat bahwa, jika kita ingin lelaki yang baik maka harus menjadi perempuan baik terlebih dahulu. Dalam hal ini, kita perlu memperbaiki dan memantaskan diri.

Ku mohon, tegur aku saat aku mulai meragukan masa depan.

Saat ini usiaku menginjak 24 tahun, tak heran satu persatu teman-temanku telah lebih dulu ke pelaminan. Sedangkan aku, masih di tahap memikirkan dan mempersiapkannyanya. Mereka sudah lebih dulu mengamalkannya, sedangkan aku masih dalam tahap pencarian ilmu-ilmu yang kelak akan diamalkan dalam bahtera. Aku ingin seimbang di antara keduanya. Sebab amal tanpa ilmu diibaratkan seperti orang buta, sedangkan ilmu tanpa amal ibarat orang cacat/pincang. Aku ingin seimbang, sebab aku ingin hidup normal. Tidak buta ataupun cacat. Ah siapa pula yang mau, ya kan?

Di dalam mempersiapkan bahtera yang barakah, aku merasa perlu banyak ilmu perihal pernikahan dan parenting yang harus aku pelajari sebelum aku memantapkan hati untuk menikah. Tak heran jika beberapa buku perihal ini sudah pernah ku coba untuk khatamkan. Bahkan hampir sebagian besar koleksi buku yang ku beli akhir-akhir ini, pasti berkaitan dengan pernikahan. Aku membacanya bukan berarti aku ngebet pengen nikah, tapi aku merasa aku butuh mempersiapkan diri untuk hal ini. Aku merasa, aku perlu memantaskan diri untuk jodohku (kelak) yang namanya sudah tertera di Lauhul Mahfudz. Semuanya, hanya tinggal menunggu waktu untuk dipertemukan. Waktu yang tak bisa ku tawar lebih cepat atau lambat, sebab itu waktu terbaik menurut Allah. Waktu Allah, bukan waktu manusia.

Semakin aku mendalami ilmu-ilmu perihal menikah dan parenting, semakin aku merasa belum siap. Sebab masih banyak ilmu-ilmu yang belum ku pelajari dengan benar. Perihal niat menikah saja ilmunya banyak. Untuk ibadah terlama, pastinya perlu niat lurus bahwa menikah itu karena Allah untuk menggenapkan separuh agama. Sudah seharusnya kita memiliki visi dalam pernikahan, yakni untuk membangun keluarga yang sakinah mawadah warohmah, dengan misi : bersama meraih ridho dan surga-Nya Allah.

Di saat aku tengah mempelajari semua hal perihal pernikahan, seringkali terbersit tanya dalam diriku

“apakah mereka yang memutuskan untuk menikah telah benar-benar siap menikah? Atau hanya sekadar menikah tanpa mempersiapkannya?”

Teruntuk yang belum menikah, mari kita bersama mempersiapkan pernikahan dengan sebaik-baiknya persiapan. Sebab kelak ketika menjadi seorang istri, sudah seharusnya kita taat pada suami yang membimbing kita menuju surga-Nya. Pun ketika kelak menjadi seorang ibu, kita pasti ingin menjadi madrasah terbaik untuk anak-anak kita kelak kan? So, tak ada salahnya kan jika kita memantaskan diri dalam mempersiapkan pernikahan dengan sebaik-baiknya persiapan?

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑