Menginjakan Kaki di Tanah Singapura

Berawal dari keberanian menuliskan seratus mimpi di dalam dreambook, aku bertekad untuk mewujudkan satu persatu mimpi yang telah ku tuliskan, salah satunya mimpi untuk menginjakkan kaki di Tanah Singapura. Di setiap mimpi yang dituliskan, ditentukan juga target waktu terwujudnya. Menginjakan kaki di tanah Singapura merupakan satu dari beberapa mimpi yang harus diwujudkan pada tahun 2017. Tekad untuk mewujudkannya pun semakin bulat saat paspor sudah ada di tangan aku tepat pada saat usiaku memasuki tahun ke-20.

IMG_20170723_132227.jpg

Mimpi untuk menginjakan kaki di Tanah Singapura akhirnya dapat terwujud tepat pada tanggal 21-23 Juli 2017. Aku memilih Singapura sebagai destinasi pertamaku ke luar negeri karena aku ingin merasakan perbandingan antara hidup di negara maju dengan negara berkembang seperti Indonesia. Hasilnya pun sangat luar biasa, banyak sekali perbedaan yang aku rasakan selama tiga hari singgah disana.

IMG_20170721_141933
terbang di atas awan

Mungkin untuk sebagian orang, terbang ke luar negeri adalah hal yang biasa. Namun tidak bagi aku, sebab ini adalah kali pertamanya aku naik pesawat dan terbang hingga ke negeri sebrang. Selama berada di atas awan, decak kagum senantiasa terlontar dari setiap kata yang terlontar di dalam percakapanku dengan teman di sampingku sebab aku pergi kesana tak hanya sendiri melainkan juga bersama 14 orang lainnya. Setibanya di Singapura, Kami disuguhkan dengan airport yang memiliki fasilitas lengkap mulai dari lantai full karpet, water refill, pray room, escalator dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan di Indonesia, hingga sky train sebagai alat transportasi yang menghubungkan antar terminal pun ada di Changi airport.

Sistem transportasi yang terintegrasi, mempermudah wisatawan untuk menjelajahi setiap sudut Tanah Singapura. Negara kecil dengan luas wilayah yang tak beda jauh dengan Jakarta, namun memiliki sistem perekonomian yang jauh lebih maju. Cukup dengan membeli kartu multitrip senilai 10 USD serta melakukan top-up minimal 10 USD, negeri berlambang Singa itu sudah dapat dijelajahi baik dengan menggunakan MRT maupun bus.

Pada hari pertama, Aku diberi kesempatan untuk menikmati suasana malam di sekitar Marina Bay Sands. Kerlap-kerlip lampu semakin mempercantik Singapura di malam hari. Garden by the bay, sky tree, helix bridge, art museum, dan super tree menjadi destinasi hari pertama. Kawasan yang senantiasa ramai dipadati wisatawan yang hunting foto dan berbelanja barang-barang branded yang dijual di the shoppes at Marina Bay Sands.

IMG_20170721_210514
Malam di Marina Bay Sands bersama Elit

Siapa sangka dibalik gedung tinggi menjulang Marina bay yang menjadi latar selfi, tak lain adalah pusat perbelanjaan di Singapore yang menyediakan barang-bareng branded seperti Channel, gucci, LV dll.

IMG_20170721_211218
sisi lain Marina Bay Sands yang tinggi menjulang

Masih satu komplek dengan Marina Bay, kamu akan menemukan keindahan bridge helix yang senantiasa berubah warna lampunya. Uniknya, walau sudah malam sekalipun tepatnya pukul 21.30 saat aku mengambil foto ini awan masih terlihat jelas di atas langit Singapore.

IMG_20170721_213247
Selfie berlatar helix bridge yang instagramable

Masih dalam komplek yang sama, garden bay dan super-tree juga dapat dijadikan latar selfimu.

IMG_20170721_212905.jpg

Pada hari kedua, Aku menikmati Singapura full seharian. Sekitar pukul 7.30 berangkat dari Stasiun Kallang menuju Stasiun Bugis untuk menikmati suasana di Haji Lane, Sultana Mosque, dan Kampung Glam.

Destinasi pertama tiba di Haji Lane, disini kita dapat berfoto dengan berbagai seni grafity yang memadati tembok-tembok di sepanjang jalanan Haji Lane. Lukisan-lukisan cantik nan indah di sepanjang jalan ini, cocok sekali untuk kamu yang hobby berfoto dan hunting foto. Sayang banget deh pokoknya buat dilewatin gitu aja.

Tak jauh dari Haji Lane, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju Sultana Mosque dan kampung glam. Menemukan mesjid di tanah yang mayoritas masyarakatnya beragama non-muslim, merupakan suatu kebahagiaan yang tiada tara.

Setelah dari kawasan Haji Lane, Sultana Mosque dan kampung glam, perjalanan dilanjutkan menuju Merlion Park untuk hunting foto di tempat paling yang paling identic dan ikonik di Singapura. Tak hanya itu, dari Merlion Park juga aku melihat marina bay dengan suasana siang hari. Sekalipun cuaca dan udara di sekitar Merlion Park sangat panas, hal itu sama sekali tidak menyurutkan para wisatawan untuk berfoto.

Setelah puas hunting foto di sekitar area Merlion, perjalanan dilanjutkan menuju Universal Studio Singapore, Sentosa Island, dan Vivo City untuk menikmati wahana bermain, pemandangan laut, serta pusat perbelanjaan di sekitar Universal Studio Singapore.

Di saat hari mulai memasuki senja, perjalanan dilanjutkan menuju China town untuk berburu oleh-oleh seperti gantungan, kaos ikon singapura, tas serta berbagai pernak-pernik lainnya khas Singapura. Pukul 7.00 p.m. di Singapura seperti senja di Indonesia, masih terang dan sangat ramai. Setelah puas berbelanja di China town, perjalanan kembali dilanjutkan menuju Bugis street untuk berburu makanan murah dan pusatnya cokelat khas Singapura.

Pada hari ketiga sekaligus hari terakhir, aku tak sempat mengeksplore Singapura lebih banyak lagi sebab jadwal take off dari Changi airport pukul 9 pagi. Tiga hari dua malam di Singapura membuatku mengerti akan perbedaan hidup di negara maju dan negara berkembang.

Fasilitas umum yang disediakan di Singapura, sangat jauh berbeda dengan fasilitas umum yang ada di Indonesia. Setiap tempat umum di Singapura sudah dilengkapi dengan wifi, escalator yang cepat, tempat refill air minum yang sangat layak, serta kondisi tempat yang bersih, tertata, dan nyaman. Biaya hidupnya pun berbeda dengan di Indonesia, saat berada di Singapura aku merasa rupiah sudah tak ada harganya, misalnya saja untuk membeli seporsi nasi goreng pun biaya yang harus aku keluarkan 5x lipat dengan di Indonesia.

IMG_20170721_234653.jpg

Kondisi jalan dan lalu lintas di Singapura sangat berbeda dengan di Indonesia. Jika di Indonesia identik dengan kemacetan, kondisi lalu lintas di Singapura sangat rapi dan tertib.

Satu hal yang aku sayangkan dari Tanah Singapura adalah wilayahnya sudah terlalu banyak dihuni warga asing, sehingga tidak dapat dibedakan lagi antara warga asing dan warga asli Singapura. Selain itu, adzan tidak terdengar berkumandang di tanah Singapura bahkan di saat aku berada di Sentosa island kami terpaksa sholat di tangga darurat karena tidak tersedia pray room di kawasan itu. Aku bersyukur terlahir di bumi pertiwi yang begitu menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama. Sejauh apapun pergi, tanah sendiri tetaplah menjadi tempat tujuan untuk pulang sebab disanalah kita menemukan kenyamanan yang takkan pernah kita temukan di negeri orang.

– Fitri Kinasih H K-

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑